Sore kemarin ada yang menarik terjadi tatkala hendak berkunjung ke salah satu kolega di kawasan riung bandung.
Saya naik angkot Riung Bandung dari simpang dago. Karena kursi di depan kosong, jadilah saya pilih duduk di depan, di sebelah pak sopir. Awalnya gak ada interaksi positif yang terjadi, sampai akhirnya mobil sampailah di sekitar gedung sate.
(Aslinya obrolan menggunakan bahasa Sunda, tapi saya terjemahkan dan rangkum supaya lebih ringkas, obrolan terjadi hampir selama dua jam.)
"Mau turun di mana?", tanyanya pada saya. "Riung, pak". "Neng, Bu, turun di mana?", tanyanya pada penumpang lainnya. "Kiara condong." Seperti sopir angkot pada umumnya selalu menanyakan penumpang mengenai tujuan akhir sudah wajar dan tidak ada yang aneh.
Namun tatkala berada di depan pusdai, angkot tidak belok kanan sesuai rute yaitu menuju jalan citarum tapi lurus menuju jalan supratman, dari rute lebih pendek dan dengan konsekuensi gak bisa dapat penumpang. Sehingga sayapun bertanya, " Apa mau langsung pulang Pak?" Jawabnya " Enggak, saya mencoba untuk mengejar waktu shalat magrib. Ya kalau hanya sampai kiara condong saya rasa masih cukup untuk berjamaah disana." Speechless, mendengar jawaban beliau.
Namun tatkala berada di depan pusdai, angkot tidak belok kanan sesuai rute yaitu menuju jalan citarum tapi lurus menuju jalan supratman, dari rute lebih pendek dan dengan konsekuensi gak bisa dapat penumpang. Sehingga sayapun bertanya, " Apa mau langsung pulang Pak?" Jawabnya " Enggak, saya mencoba untuk mengejar waktu shalat magrib. Ya kalau hanya sampai kiara condong saya rasa masih cukup untuk berjamaah disana." Speechless, mendengar jawaban beliau.
(Komentar saya gak dimasukkan, soalnya gak penting nambah nilai obrolan ini. 😉)
"Kalau sudah biasa shalat apalagi berjamaah, rasanya ada beban kalau sudah masuk waktu shalat masih di jalan. Saya mah kalau masuk waktu shalat insyaAlah mengusahakan buat berhenti dulu. Terutama Maghrib yang waktunya pendek. Ya, sebelumnya minta maaf dulu sama seluruh penumpang yang saya turunkan di jalan. Semua penumpang tidak akan saya tarik bayaran, bayarnya ke angkot selanjutnya saja."
"Rasanya tidak harus terlalu bersemangat mencari uang, sampai mengorbankan kewajiban utama kita. Memang mencari nafkah itu wajib, tapi shalat lebih wajib. Yang terpentinf membawa rezeki yang barokah. Membawa uang 100 ribu atau 10 ribu asal barokah mah insyaAlloh lebih bermanfaat. Allah pun tidak akan pernah marah semisal kita meninggal tidak memiliki mobil atau tidak memiliki rumah. Tapi Allah akan murka jika kita mati tidak memiliki IMAN. Bahkan rasulullah pun pernah berdoa supaya dimatikan dalam keadaan miskin supaya hisabnya nanti ringan".
"Rasanya tidak harus terlalu bersemangat mencari uang, sampai mengorbankan kewajiban utama kita. Memang mencari nafkah itu wajib, tapi shalat lebih wajib. Yang terpentinf membawa rezeki yang barokah. Membawa uang 100 ribu atau 10 ribu asal barokah mah insyaAlloh lebih bermanfaat. Allah pun tidak akan pernah marah semisal kita meninggal tidak memiliki mobil atau tidak memiliki rumah. Tapi Allah akan murka jika kita mati tidak memiliki IMAN. Bahkan rasulullah pun pernah berdoa supaya dimatikan dalam keadaan miskin supaya hisabnya nanti ringan".
Tidak lama sampailah kami di Kiara condong, semua sudah turun kecuali saya. "Maaf atuh mas, cuma bisa ngantar sampai Kiara condong.". Sepontan saya pun menjawabnya "Saya juga mau shalat kok pak, bareng aja." Lalu kami shalat di pom bensin terdekat. Selesai shalat, saya dibelikan kopi di tukang rokok langganannya di pinggir rel. Selesai ngopi beliaupun membawa mobilnya, sambil melanjutkan obrolan kami yang terhenti.
Kemudian beliaupun mulai mengawali obrolannya. saya mah bawa mobil ini anggap saja sebagai jembatan shirotol mustaqim, yang akan menghantarkan saya ke kehidupan selanjutnya. Saya juga ingin supaya mobil ini jadi saksi tatkala saya menggunakan nya untuk ibadah selain untuk mencari nafkah keluarga. Mobil ini sudah sering berhenti di banyak masjid. Saya pernah sebelumnya punya banyak mobil, ada yang angkot ada yang mobil biasa. Tapi ya kok gak bikin saya tenang, bawaannya selalu kurang, emosi dan selalu buru-buru. Barangkali mobil-mobil itu berhubungan dengan riba. Akhirnya saya lepas semuanya. Mendingan satu ini aja tapi bebas dari riba. Alhamdulillah sekarang lebih tenang bawaanya"
"Saya mah kalau di jalan, pas mobil kosong ya biasa aja, gak jadi kesel kalau mobil teman penuh. Lha kan kita juga pernah merasakan angkotnya penuh. Kadang teman-teman suka ada yang kesal kalau mobilnya kosong sedangkan yang lain penuh. Padahal kalau gitu berarti kita punya penyakit hati. Saya mah selalu minta sama Allah supaya dijauhkan dari penyakit hati seperti itu."
"Pas kita nanti mati mah yang dibawa kan cuma harta yang dibelanjakan di jalan Allah, ilmu yang diamalkan, diajarkan dan anak Sholeh yang mendoakan. Tapi ingat, kalau mau punya anak shaleh, orang tuanya harus shaleh dulu. Apa yang dilakukan anak itu bisa jadi cerminan perilaku kita."
"Kita itu harus banyak beramal, supaya umur kita panjang. Bukan berarti umur fisik kita, tapi umur dari kebaikan yang kita lakukan yang terus akan memberi manfaat dan diingat oleh orang yang ditinggalkan."
Tidak terasa dengan mengobrol akhirnya sampai di riung bandung dan saya pun turun sambil memberikan ongkosnya. Rasanya masih kurang lama saya menimba ilmu dari beliau. Semoga perjalanan beliau dari riung bandung - dago ataupun sebaliknya menjadi perjalanan ibadah dan dakwah. Sehingga ilmu dan pengalaman beliau dapat terus disampaikan selalu memberikan banyak manfaat untuk orang banyak
No comments