Anak adalah investasi masa depan. Siapa yang akan mengurus orangtua jika bukan anak-anak mereka. Itu sebab berbagai cara dilakukan pasangan suami-istri untuk memiliki anak. Padahal, pandangan ini keliru. Islam tidak mengajarkan anak sebagai investasi. Janganlah memiliki anak karena motif tersebut.
Sesungguhnya masa depan orangtua dijamin Allah Swt. Bukan anak-anak mereka. Karena itu, Allah Swt. memberi ujian kepada sebagian pasangan suami-istri untuk tidak (atau belum) memiliki keturunan. Di dalam pandangan medis, mungkin banyak penyebabnya. Seperti rahim yang bermasalah, sperma yang tidak berkualitas, tidak subur alias mandul, dsb.
Namun semua memang kehendak Allah Swt. Buktinya, ada pasangan yang secara medis tidak ada masalah apa-apa, toh tidak juga diberi momongan. Sebab, anugerah anak adalah pemberian Allah Swt. Tak perlu sewa rahim segala. Lantas bagaimana jika pernikahan tak juga dikaruniai keturunan? Berikut bisa menjadi renungan:
1. Tidak Kufur tapi Syukur
Anak termasuk rezeki atau pemberian Allah Swt. Rahasia Allah Swt semata akan memberikan rezeki itu pada siapa. Maka tetaplah bersyukur dan jangan kufur. Masih banyak rezeki lain yang diberikan kepada kita. Fokuslah pada apa yang sudah kita miliki. Rumah, pekerjaan, pendidikan, dll.
Firman Allah Swt. yang artinya: “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl: 18)
2. Ikhtiar dan doa
Anak memang murni pemberian Allah Swt. Namun manusia harus berikhtiar untuk mendekatkan diri pada kondisi yang memungkinkan memiliki keturunan. Maka, pasangan suami-istri hendaknya tidak segan memeriksakan diri. Menegakkan diagnosa, adakah gerangan kondisi yang secara medis menghalangi terjadinya proses pembuahan.
Hal ini untuk menentukan langkah lanjutannya. Sebab, yakinlah tak ada problem tanpa solusi. Jika diketahui penyebabnya, bisa ditemukan terapinya. Tentu saja, jangan lupa selalu meminta kepada Allah Swt. Banyak-banyak berdoa agar diberikan keturunan. Dimudahkan dalam proses ikhtiar.
3. Sabar dan Tawakal
Anak adalah ujian. Diberi atau tidak diberi keturunan, dua-duanya menguji kesabaran. Banyak orangtua mengeluh karena tak mampu mendidik anak-anaknya. Maka bersabarlah jika belum diberi keturunan. Allah Swt. yang Maha Tahu, siapa yang layak diamanahi anak. Allah Swt. paling tahu, kapan saat yang tepat menitipkan anak.
Bertawakallah. Pasrahkan segalanya pada Allah Swt. Ada ganjaran atas kesabaran dan keridhoan kita menjalani ujian dari-Nya.
4. Husnudzan pada Allah Swt.
Tetap berbaik sangka pada qodho Allah Swt. Boleh jadi, banyak maslahat yang kita rasakan dengan belum hadirnya anak. Waktu kita lebih banyak untuk bekerja, beribadah, menuntut ilmu, berbakti pada orangtua, bermasyarakat dan berdakwah.
Ini salah satu sisi positifnya. Banyak pasangan yang mengeluh tidak sempat melakukan ini-itu karena hadirnya anak-anak. Maka bersyukurlah. Tanpa anak, bisa lebih khusyuk saat salat, zikir, tilawah, menghafal Alquran, menghadiri kajian, dll. Tetap berharap Allah Swt. kelak akan menitipkan janin ke rahim kita.
5. Hisab Lebih Mudah
Tanpa anak, tanggungjawab dunia-akhirat jadi lebih ringan. Sebab di yaumul akhir kita tidak akan ditanyai, kenapa tidak punya anak. Sedang yang memiliki anak, mereka akan ditanyai seluk-beluk seluruh anak-anaknya. Apakah anaknya dididik dengan baik, menjadi saleh-salehah atau tidak. Anak bisa menghantarkan ke surga, tapi juga bisa menjerumuskan orangtua ke neraka.
Rasulullah Saw. bersabda: “Seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya, dan dia akan dimintai pertanggung-jawaban atas apa yang dipimpinnya.” [HR. Bukhari dan Muslim].
6. Jangan Merasa Bersalah
Tetap bahagia. Jangan merasa bersalah atau menyalahkan diri sendiri. Misal, jangan merasa sedang dihukum Allah Swt. Jangan merasa menjadi suami atau istri yang tak berguna. Jangan pula menyalahkan pasangan. Ia juga memiliki kegundahan, kegelisahan dan harapan yang sama. Jangan menambah-nambah kepedihannya.
Lebih baik saling menguatkan, berdua menghadapi ujian Allah Swt.
Ingatlah kesabaran Nabi Ibrahim dan Nabi Zakariya yang baru dikaruniai anak setelah usia lanjut. Bahkan istri Rasulullah SAW, Aisyah r.a, juga tidak dikaruniai keturunan. Hal itu tidak mengurangi kebermanfaatan beliau bagi umat. Kedudukannya bahkan tetap mulia tanpa berkurang sedikitpun. Sebab, kemuliaan seorang wanita bukan terletak pada kinerja rahimnya.
Oleh: Kholda Najiyah
No comments