Al-Kisah suatu hari Abu Nawas mondar mandir kebingungan disebabkan dia hanya punya waktu tiga hari lagi hanya untuk melunasi semua hutang-hutangnya.
Jika tidak mampu melunasinya, dipastikan Abu Nawas akan dipenjarakan dan aset hartanya akan disita oleh kerajaaan Khalifah Harun al-Rasyid.
Abu Nawas harus mencari akal agar aset hartanya yang tersisa tidak disita oleh pengadilan kerajaan. Selama tiga hari tiga malam, Abu Nawas tidak karuan tidur dan makan, dia berpikir sepanjang hari dan sepanjang malam.
Menjelang hari yang ketiga, Abu Nawas berteriak lantang, "Aha! Aku punya akal!!" pekik Abu Nawas kegirangan. Abu Nawas segera menemui istrinya, dan menceritakan ide briliannya.
"Apaaa?!! Apa kamu sudah gila?!!" pekik istri Abu Nawas terperanjat kaget. Abu Nawas membiarkan keterperanjatan istrinya hanya dengan senyum.
Kemudian Abu Nawas membisikkan sesuatu ke telinga istrinya diiringi seringai senyum sang istri penuh pemahaman. "Baiklah, kalau begitu maumu, aku menurut saja," ujar istrinya mengangguk-angguk.
Keesokan harinnya, Abu Nawas dipanggil dan dihadapkan di depan persidangan. Khalifah Harun al-Rasyid sendiri yang menjadi hakimnya.
"Hai Abu Nawas, sudah banyak laporan yang mengadukan bahwa kau sudah terlalu banyak hutang, dan tidak ada jalan, kecuali hartamu yang tersisa itu saja yang akan diambil kerajaan untuk disita dan dilelang.
Sekarang sebutkan aset harta kekayaan apa lagi yang masih tersisa? Rumah? Tanah? Kebun? Ternak? Toko?" tanya sang Khalifah.
"Maafkan hamba duhai baginda Raja yang bijak. Hamba tidak memiliki semua yang baginda sebutkan itu. Hamba sekarang telah pailit dan jatuh miskin." Ujar Abu Nawas memelas penuh rasa iba.
"Kau jangan berbohong wahai Abu Nawas. Pihak penuntut umum kerajaan telah mendata semua asetmu yang masih tersisa dan itu akan kami sita sebagai jaminan!" tegas Khalifah.
"Benar baginda! Hamba tidak berbohong. Aset kekayaan itu sudah tidak bukan milik hamba lagi! Hamba sudah tidak punya apa-apa lagi buat disita!"
"Apa maksudmu, wahai Abu Nawas. Kau jangan mempermainkan persidangan mulia ini! Berkata jujurlah, sebab jika tidak kau akan dikenakan sanksi yang lebih berat lagi."
"Benar baginda, hamba tidak berdusta. Tadi malam setelah mengetaghui hamba tidak mampu lagi melunasi hutang-hutang hamba yang dibebankan pengadilan, lalu istri hamba meminta hamba untuk menceraikannya.
Dan dia meminta agar semua aset harta kekayaan diserahkan atas nama istri hamba. Hamba pun telah menyerahkan semua tanpa tersisa. Dan sekarang hamba tak memiliki apa-apa lagi untuk disita."
Sang Khalifah tercenung. Dia memikirkan bahwa apa yang dilakukan oleh Abu Nawas benar adanya. Bahkan menurut peraturan undang-undang di kerajaan:
"Apabila seseorang sudah jatuh bangkrut dan dinyatakan pailit, maka segala tuntutan hutang-hutangnya dibebaskan oleh kerajaan."
Istri Abu Nawas serta saksi-saksinya pun dihadirkan untuk bersaksi sebagaimana kesaksian Abu Nawas. Dan benar adanya, Abu Nawas telah menceraikan istrinya dan ia pun telah menyerahkan aset kekayaannya pada istrinya.
Walhasil, akhirnya keputusan sidang memutuskan bahwa Abu Nawas dilepaskan dari segala tuntutan hutang.
Setelah diketok palu, Abu Nawas segera berdiri menggandeng bahu istrinya. Orang-orang pun terheran-heran dan bertanya, mau kemana dia membawa istrinya.
Abu Nawas dengan santai menjawabnya, "Aku ingin mengajaknya rujuk kembali!"
Sang Khalifah dan semua hadirin yang hadir hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat kecerdasan si Abu Nawas melepaskan diri dari hutang serta ancaman sitaan harta dari pengadilan kerajaan.
*
Kisah diatas boleh jadi hanya sekedar anekdot humor, tapi meski demikian, jika analisa lebih jauh tidak sedikit para artis dan koruptor yang menggunakan trik licik ini untuk terlepas dari jeratan hutang dan sitaaan bank.
Jika seseorang sudah tidak mampu melunasi hutang-hutangnya atau dia dinyatakan pailit, maka tentu saja aset kekayaannya yang masih tersisa akan disita oleh Bank.
Salah satu cara untuk mengamankan aset kekayaan yang tersisa dengan cara memindahkan aset tersebut pada istri yang sah atau kekayaan tersebut diatasnamakan atas nama istri, lalu kemudian menggugat cerai sang istri.
Drama melankolis penuh intrik ini bukan cara baru di Barat. Bahkan kasus serupa pernah terjadi di Thailand.
Amankan Harta, Thaksin Pilih Bercerai
Mantan Perdana Menteri (PM) Thailand Thaksin Shinawatra dilaporkan bercerai dengan istrinya, Pojaman Shinawatra.
Media-media Thailand melaporkan Thaksin dan Pojaman yang menikah pada 1976 bercerai di Kantor Konsulat Jenderal Thailand di Hongkong. Demikian dilaporkan koran berbahasa Inggris Nation dan Bangkok Post.
Thaksin yang setelah terguling menetap di Inggris divonis inabsentia dua tahun penjara oleh pengadilan Thailand pada Oktober.
Ia dituduh menyalahgunakan kekuasaan saat menjadi perdana menteri. Inggris mencabut visa Thaksin pekan lalu saat ia dalam perjalanan ke luar negeri.
Bangkok Post mengutip seorang pengamat politik yang tidak disebutkan identitasnya melaporkan, perceraian Thaksin bertujuan untuk melindungi aset-aset pasangan itu yang sebagian besar atas nama Pojaman.
Menurut Komisi Anti-Korupsi Nasional, Thaksin dan keluarganya memiliki kekayaan 406 juta dollar AS ketika dia menjadi PM pada 2001.
Thaksin menjadi PM hingga 2006 ketika pemerintahannya kemudian digulingkan kudeta militer tak berdarah. Ia masih mempunyai pengaruh di pemerintahan Thailand saat ini.
Pun di Indonesia yang sebagian besar perundang-undangannya mengacu pada dasar hukum Belanda, pun secara konstitusi harta suami sudah tidak dapat disita dikala sudah diatas-namakan atas kepemilikan sang istri yang telah diceraikan.
Jadi jika pada hari ini kita mendengar berita ada pejabat, mantan pejabat, publik figur atau artis yang tetiba saja menggugat menceraikan istrinya, boleh jadi kita hanya sekedar menganilisa "Ada apa ini?"
Apakah ada kasus yang serupa yang pernah terjadi pada PM Thailand diatas? Apakah dramatisasi ala korea? Atau persoalan yang lazim terjadi di Barat di saat ada mantan pejabat yang bermasalah tetiba menceraikan istrinya?
Apakah disebabkan persoalan pailit atau hutang piutang demi menyelamatkan aset kekayaan dengan cara memindahtangankan pada istri yang telah diceraikan?
Boleh jadi ini cara paling aman untuk mengamankan aset yang bakal disita oleh Bank.
Tapi jika ini memang benar terjadi, bukan sekedar sensasi, maka cara ini adalah cara paling kejam untuk mengelabui undang-undang agar terbebas dari tuntutan lilitan hutang.[***]
sumber
No comments