Sebuah Kisah yang Perlu Dibaca Para Wanita untuk i'tibar.
Kisah nyata ini berasal dari kawan saya bekerja. Semoga berguna bagi yang membacanya, terutama kaum hawa. Juga bagi yang punya istri, anak perempuan, adik perempuan, saudara perempuan, kakak perempuan, yang masih punya ibu, yang punya keponakan perempuan, dan lain lain.
Begini kisahnya sahabatku:
Ini cerita tentang adikku Nur Annisa, gadis yang baru beranjak dewasa, namun rada bengal dan tomboy. Pada saat umur adikku menginjak 17 tahun, perkembangan dari tingkah lakunya agak mengkhawatirkan ibuku. Banyak teman cowoknya yang datang ke rumah, dan hal itu tidak mengenakkan ibuku yang berprofesi sebagai seorang guru ngaji.
Untuk mengantisipasi hal itu, ibuku menyuruh adikku memakai jilbab, namun selalu ditolaknya. Hingga timbul pertengkaran pertengkaran kecil di antara mereka.
Pernah satu kali adikku berkata dengan suara yang agak keras: “Mama coba lihat deh, tetangga sebelah anaknya pakai jilbab, namun kelakuannya tidak ada bedanya sama kita-kita. Malah teman teman Ani yang di sekolah pakai jilbab dibawa om-om, sering jalan-jalan. Masih mending Ani, walaupun begini-gini, Ani tidak pernah ma, seperti itu.” Bila sudah seperti itu, ibuku hanya bisa mengelus dada. Kadangkala di akhir malam kulihat ibuku menangis, lirih terdengar doanya:
“Ya Allah, kenalkan Ani dengan hukum-Mu ya Allah“.
Pada satu hari, di dekat rumahku ada tetangga yang baru pindah. Satu keluarga dengan enam anak yang masih kecil-kecil. Suaminya bernama Abu Khoiri (entah nama aslinya siapa). Aku kenal dengannya waktu di masjid.
Setelah beberapa lama mereka pindah, timbul desas-desus mengenai istri Abu Khoiri yang tidak pernah keluar rumah, hingga dijuluki si buta, bisu dan tuli. Hal ini terdengar pula oleh adikku, dan dia bertanya kepadaku: “Kak, memang yang baru pindah itu istrinya buta, bisu dan tuli?
“Hus,” aku jawab sambil lalu. “Kalau kamu mau tahu, datang saja langsung ke rumahnya”.
Eehhh, dasar adikku yang bengal dengan serta merta dia benar-benar datang ke rumah tetangga baru.
Sekembalinya dari rumah tetanggaku, banyak sekali perubahan yang drastis yang pada dirinya. Wajahnya yang biasanya hinggar binar dan cerah tidak pernah muram atau lesu, tiba-tiba berubah mejadi pucat pasi. Entah apa yang terjadi.
Namun tidak kusangka, selang dua hari kemudian dia meminta ibuku untuk membuatkannya jilbab yang panjang, rok panjang, lengan panjang.
Aku sendiri menjadi bingung. Aku tambah bingung bercampur syukur kepada Allah, karena kulihat perubahan yang ajaib. Yah kubilang ajaib, karena dia berubah total.
Tidak banyak lagi anak cowok atau teman-teman wanitanya yang datang ke rumah, untuk sekedar bicara yang tidak karuan.
Kulihat dia banyak merenung, banyak membaca-baca majalah Islam, yang biasanya dia suka beli. Majalah anak muda seperti majalah Gadis atau Femina berganti menjadi majalah-majalah Islam, dan kulihat ibadahnya pun melebihi aku.
Tak ketinggalan tahajudnya, baca Alqurannya, sholat sunnahnya. Dan yang lebih menakjubkan lagi, bila temanku datang, dia menundukkan pandangannya.
Segala puji bagi Engkau ya Allah, jerit hatiku.
Tidak berapa lama kemudian aku mendapat panggilan kerja di Kalimantan, untuk bekerja di satu perusahaan asing (PMA).
Dua bulan aku bekerja di sana, aku mendapat kabar, bahwa adikku sakit keras, hingga ibuku memanggilku untuk pulang ke rumah (rumahku di Madiun).
Di pesawat tak henti-hentinya aku berdoa kepada Allah, agar adikku diberikan kesembuhan. Namun aku hanya berusaha. Ketika aku tiba di rumah, di depan pintu sudah banyak orang. Tak dapat kutahan, aku lari masuk ke dalam rumah. Kulihat ibuku menangis. Aku langsung menghampiri dan memeluk ibuku. Sambil tersendat-sendat, ibuku berkata:
“Dhi, adikmu bisa ucapkan Dua Kalimat Syahadat di akhir hidupnya.“ Tak dapat kutahan air mata ini.
Setelah selesai acara penguburan dan lainnya, iseng-iseng aku masuk ke kamar adikku dan kulihat buku catatan harian di atas mejanya.
Buku catatan harian yang selalu dia tulis, tempat dia menghabiskan waktunya sebelum tidur, kala kulihat sewaktu adikku rahimahullah masih hidup. Kemudian kubuka selembar demi selembar, hingga tertuju pada satu halaman yang menguak misteri, dan pertanyaan yang selalu timbul di hatiku. Perubahan yang terjadi ketika adikku sehabis pulang dari rumah Abu Khoiri.
Di situ kulihat tanya jawab antara adikku dan istri dari tetanggaku, isinya seperti ini:
Tanya jawab (kulihat di lembaran itu banyak bekas tetesan air mata):
Annisa: Aku bergumam (wajah wanita ini cerah dan bersinar layaknya bidadari): “Ibu, wajah ibu sangat muda dan cantik.”
Istri Tetanggaku: “Alhamdulillah, sesungguhnya kecantikan itu datang dari lubuk hati.”
Annisa: “Ibu kan sudah punya anak enam, tapi masih kelihatan cantik.”
Istri Tetanggaku: “Subhanallah. Sesungguhnya keindahan itu milik Allah. Dan bila Allah berkehendak, siapakah yang bisa menolaknya?”
Annisa: “Ibu, selama ini aku selalu disuruh memakai jilbab oleh ibuku, namun aku selalu menolak, karena aku pikir tidak masalah kalau aku tidak pakai jilbab, asalka aku tidak macam-macam. Dan kulihat banyak wanita memakai jilbab, namun kelakuannya melebihi kami yang tidak memakai jilbab, hingga aku tidak pernah mau untuk pakai jilbab. Menurut ibu bagaimana?”
Istri Tetanggaku: Duhai Annisa, sesungguhnya Allah menjadikan seluruh tubuh wanita ini perhiasan, dari ujung rambut hingga ujung kaki. Segala sesuatu dari tubuh kita yang terlihat oleh bukan mahram kita, semuanya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Ta’ala di Akhirat nanti. Jilbab adalah hijab untuk wanita.”
Annisa: “Tapi yang kulihat banyak wanita yang memakai jilbab yang kelakuannya nggak enak, nggak karuan.”
Istri Tetanggaku: “Jilbab hanyalah kain. Namun hakikat atau arti dari jilbab itu sendiri yang harus kita pahami.”
Annisa: “Apa itu hakikat jilbab?”
Istri Tetanggaku: “Hakikat jilbab adalah hijab lahir batin.
🔸Hijab matamu dari memandang lelaki yang bukan mahrammu.
🔸Hijab lidahmu dari berghibah (gosip) dan kesia-siaan. Usahakan selalu berzikir kepada Allah.
🔸Hijab telingamu dari mendengar perkara yang mengundang mudharat, baik untuk dirimu maupun masyarakat.
🔸Hijab hidungmu dari mencium cium segala yang berbau busuk.
Hijab tangan-tanganmu dari berbuat yang tidak senonoh.
Hijab kakimu dari melangkah menuju maksiat.
🔸Hijab pikiranmu dari berpikir yang mengundang setan untuk memerdayai nafsumu.
🔸Hijab hatimu dari sesuatu selain Allah.
Bila kamu sudah bisa maka jilbab, yang kamu pakai akan menyinari hatimu, itulah hakikat jilbab.”
Annisa: “Ibu, sekarang jadi jelas buatku, arti jilbab. Mudah mudahan aku bisa pakai jilbab. Namun bagaimana aku bisa melaksanakan semuanya?”
Istri Tetanggaku:
“Duhai Anisa. Bila kamu memakai jilbab, itulah karunia dan rahmat yang datang dari Allah Yang Maha Pemberi Rahmat, Yang Maha Penyayang. Bila kamu mensyukuri rahmat itu, kamu akan diberi kekuatan untuk melaksanakan amalan-amalan jilbab, hingga mencapai kesempurnaan yang diinginkan Allah.
Duhai Anisa, ingatlah akan satu hari, di mana seluruh manusia akan dibangkitkan dari kuburnya.
Ketika ditiup Sangkakala yang kedua kali, pada saat ruh-ruh manusia seperti anai-anai yang bertebaran dan dikumpulkan dalam satu padang yang tiada batas, yang tanahnya dari logam yang panas, tidak ada rumput maupun tumbuhan.
Ketika matahari didekatkan di atas kepala kita, namun keadaan gelap gulita.
Ketika seluruh Nabi ketakutan.
Ketika ibu tidak memerdulikan anaknya, anak tidak memerdulikan ibunya, sanak saudara tidak kenal satu sama lain lagi, kadang satu sama lain bisa menjadi musuh. Satu kebaikan lebih berharga dari segala sesuatu yang ada di alam ini.
Ketika manusia berbaris dengan barisan yang panjang, dan masing-masing hanya memerdulikan nasib dirinya. Dan pada saat itu ada yang berkeringat karena rasa takut yang luar biasa, hingga menenggelamkan dirinya. Dan rupa bentuk manusia bermacam-macam, tergantung dari amalannya. Ada yang melihat ketika hidupnya, namun buta ketika dibangkitkan. Ada yang berbentuk seperti hewan. Ada yang berbentuk seperti setan. Semuanya menangis.
Menangis, karena hari itu Allah murka. Belum pernah Allah murka sebelum dan sesudah hari itu, hingga ribuan tahun manusia didiamkan Allah di Padang Mahsyar yang panas membara, hingga Timbangan Mizan digelar. Itulah hari Yaumul Hisab.
Duhai Annisa, bila kita tidak berusaha untuk beramal di hari ini, entah dengan apa nanti kita menjawab, bila kita disidang oleh Yang Maha Perkasa, Yang Maha Besar, Yang Maha Kuat, Yang Maha Agung, Allah. Di Yaumul Hisab nanti! Di Hari Perhitungan nanti!!”
Sampai di sini aku baca buku catatan hariannya. Kulihat banyak tetesan air mata yang jatuh dari pelupuk matanya. Subhanallah, kubalik lembar berikutnya dan kulihat tulisan kecil di bawahnya: Buta, tuli dan bisu, wanita yang tidak pernah melihat lelaki selain mahramnya. Wanita yang tidak pernah mau mendengar perkara yang dapat mengundang murka Allah ta’ala. Wanita yang tidak pernah berbicara ghibah, gosip dan segala sesuatu yang mengundang dosa dan sia sia. Tak tahan air mata ini pun jatuh membasahi buku catatan harian itu.
Itulah yang dapat saya baca dari buku catatan hariannya. Semoga Allah menerima adikku di sisi-Nya. Aamiin.
Bapak-bapak, ibu-ibu, saudara-saudaraku, adik-adikku dan anak-anakku yang semoga dimuliakan Allah, khususnya kaum hawa.
Saya mengharap kisah nyata ini bisa menjadi iktibar, menjadi pelajaran bagi kita, bagi putri-putri kita semua. Semoga meresap di hati yang membacanya, dan semoga Allah ta’ala senantiasa memberi petunjuk, memberi rahmat, hidayah bagi yang membaca dan menghayatinya.
Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan iman kita untuk menjalankan (memenuhi) segala perintah-Nya dan menjauhi segala apa-apa yang dilarang-Nya, dan mendapat derajat takwa yang tinggi, selamat di dunia sampai di Akhirat nanti, mendapat pertolongan dan syafaat di hari Yaumul Hisab dan mendapat Surga yang tinggi. Aamiin.
Wallaahu a’lam bish shawab, billaahi taufik wal hidayah.
Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh.
Sumber: FB Maktabah Ilmu (dengan sedikit perbaikan kata)
Repost from :@nasihatsahabat
Penulis : no name
#MuslimahSholihah#
#KisahNyata#
Ikutin channel nya di
https://t.me/moeslemdays
No comments